Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Tandan
buah segar kelapa sawit harus diolah dalam waktu 24-48 jam sejak dipanen agar
tidak mengalami penurunan kualiatas. Jika pengolahan tidak berjalan secara
tepat waktu, maka produknya tidak lagi mememuhi persyaratan kelas pangan yaitu
kandungan Asam Lemak Bebas (FFA) sekitar 5-6%. Bila dibandingkan dengan
Malaysia, mengingat cepatnya perluasan lahan kelapa sawit di Indonesia dalam
dua dasawarsa terakhir, investasi dalam infrastruktur industri khususnya pabrik
minyak telah mengalami kesulitan mengimbangi produksi tandan buah segar. Hal
ini terutama terjadi sementara penanaman diperluas jauh ke arah timur dari
Sumatera ke wilayah-wilayah berlogistik kurang seperti Kalimatan, Sulawesi dan
Papua. Jaringan jalannya buruk dan di beberapa daerah terpencil sarana angkutan
untuk pengiriman tandan buah bersifat terbatas atau melalui sungai. Sebagai
akibat langsungnya, tingkat insiden tinggi, terutama yang tidak dilaporkan
secara resmi, atau tandan buah segar yang tidak terpanen tepat waktu dan
dikirim ke pabrik dalam waktu 24-48 jam agar kadar FFA-nya tidak naik (Thomas,
2009).
Di
samping itu, kapasitas pabrik kadang-kadang tidak cukup untuk melayani produksi
petani kecil, karena prioritas diberikan kepada produksi dari perkebunan yang
umumnya merupakan pemilik pabrik tersebut. Itu pun, dengan
perkebunan-perkebunan ini, selama musim puncak tertentu yang ditandai dengan
hujan yang sangat lebat, evakuasi seluruh kelebihan produksi tandan buah segar
menjadi tidak mungkin dan tandan buah segar tersebut praktis dibuang dan
dikubur. Masalah ini telah mengakibatkan munculnya pabrik mini yang kadang-kadang
beroperasi di kapal tunda, yang memproses tandan buah sawit yang umurnya kurang
dari sehari, sehingga mengakibatkan kadar Minyak Sawit Mentah Asam Lemak Bebas
yang tinggi. Batas waktu praktis untuk menghancurkan tandan buah adalah sekitar
dua minggu sebelum mulai membusuk karena terkena jamur dan terurai menjadi
massa basah yang tidak layak diambil minyaknya. Oleh karena itu, tandan buah
segar dianggap sebagai hasil limbah dari perkebunan kelapa sawit yang tidak
sampai masuk dalam rantai pengolahan makanan. Di samping itu, buah brondol yang
terkumpul di titik pengumpulan rantai pasokan seringkali dibuang atau tidak
terbeli (Thomas, 2009).
Selain
HFCPO(High Free Faty Acid Crude Palm Oil)/ CPO asam tinggi, masih ada
sumbersumber minyak limbah lain dari proses produksi minyak sawit pada fasa
pabrikasi. Proses ini menghasilkan bubur dan minyak efluen serta minyak limbah
tangki penyimpanan. Produk-produk ini sudah mulai dikumpulkan di seluruh
Sumatera, khususnya di Medan, Padang, dan Palembang, dan kadang-kadang dijual
di pasar dalam negeri dan internasional kepada pembeli bahan baku bahan bakar
nabati berupa sabun, steric acid, deterjen dan kadang-kadang bahan baku nabati.
Minyak limbah ini biasanya disimpan dalam drum bekas dan telah memiliki kadar
FAA yang sangat tinggi serta tingkat FFA dan kelembaban yang variatif serta
kadar racun (Thomas, 2009).
Pada
tahun-tahun belakangan ini, amanat untuk mengembangkan bahan bakar nabati telah
meningkat di seluruh dunia dan di Indonesia. Produksi minyak sawit dan jarak
Indonesia untuk biodisel dan singkong dan tebu untuk bioetanol mengalami
kemajuan yang tidak stabil, dan menghadapi kritik karena menggunakan bahan
pangan sebagai bahan bakar. Sebuah alternatif sumber bahan baku yang memiliki
ketersediaan yang signifikan telah muncul, yaitu produk samping buah kelapa
sawit dan produksi minyak sawit yang bukan kelas pangan. Produk samping ini
relatif berlimpah di Aceh, dan berpotensi memberikan sumbangan bagi produksi
bahan bakar nabati yang berkelanjutan untuk kebutuhan energi rumah tangga,
bahan bakar industri pedesaan, dan pembangkit tenaga listrik di Aceh. Yang menguntungkan,
pembangkit ini tidak bergantung pada atau pun merupakan penggerak bagi perluasan
industri minyak sawit (Thomas, 2009).
Pengolahan
buah sawit menjadi CPO sebetulnya memiliki teknologi proses yang sangat
sederhana, yaitu : rebus, peras, dan pisah. Atas dasar tiga hal tersebut inilah
pengembangan pengolahan CPO dilaksanakan. Mulai dari yang paling sederhana
sampai pada tingkat teknologi tinggi. Pengembangannya tentu dalam upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas produk yang diinginkan sesuai kebutuhan
pasar (Thomas, 2009).
1 Prosedur
pengolahan
Prosedur pengolahan TBS menjadi CPO dan karnel
sebagai berikut :
A.
Penerimaan Bahan
Baku
1. Penimbangan Tandan Buah Segar (TBS)
Tandan buah segar yang masuk ke pabrik mula-mula
ditimbang utuk mengetahui jumlah berat TBS yang diterima oleh pabrik
2. Penimbuanan Tandan Buah Segar
Setelah ditimbang, TBS dipindahkan ke loading ramp
sebagai tempat penimbunan sementara sebelum tandan buah dimasukkan
ke dalam lori rebusan. Untuk mengetahui mutu TBS yang akan diolah perlu
dilakukan sortasi di loading ramp.
3. Pengisian Buah ke Dalam Lori
Lori diisi penuh dengan buah yang akan diolah.
Penngisian yang baik jika lori dapat memuat tandan buah sebnyak kapasitas
normal. Pengisian yang tidak peuh akan menyebabkan penurunan kapasitas olah
sterilizer atau sebaliknya pengisian yang terlalu penuh akan menyebabkan pintu,
maupun pelat (water plate) rusak atau
buah akan berjatuhan dalam rebusan.
4. Pengisisan Lori ke Dalam Sterilizer
Lori yang telah penuh berisi buah dimasukkan ke
dalam sterilizer mmenguakan capstand. Kemudian pintu sterilizer ditutup dan di kunci
menggunakan handle, sehingga kemungkinan terbuka pada saat proses perebusan
tidak terjadi, (Pardamean, 2008).
B.
Perebusan
Pola perebusan
yang umum digunakan ada dua yaitu double
peak (dua puncak) atau triple peak (tiga
puncak). Jumlah puncak dalam pola perebusan ditunjukkan dari jumlah pembukaan
atau penutupan dari uap masuk atau uap keluar selama perebusan berlangsung yang
diatur secara manual atau otomatis. Waktu perebusan triple peak berlangsung selama 60-80 menit (Pardamean, 2008).
1. Deaerasi
Pipa uap masuk ddibuka, katup deaerasi dan atau
katup kondensat dibuka, udara dibuang dengan cara memasukkan uap. Karena lebih
berat, udara akan berada di lapisan bawah dan dibuang melalui pipa kondensat.
Daerasi akan berlangsung pada saat pembuangan air kondensat selama sistem
perebusan berlangsung.
2. Pemasukan uap dan pembuangan puncak I da II
Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan
uap bekas selama perebusan tergantung pada pola perebusan. Puncak pertama
dicapai dengan membuka pipa uap masuk selama 7 menit (umumnya tekanan mencapai
1,5 kg/cm2 ), kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat,
pipa buang (exhaust pipe) dibuka
dengan tiba-tiba sehingga tekanan turun hingga 0,5 kg/ cm2 (sekitar 3 menit), kemudian pipa kondensat
ditutup. Pipa uap masuk dibuka setelah 10 menit puncak kedua dicapai (tekanan
2-2,5 kg/ cm2 ), kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat dan
exhaust pipe dibuka hingga tekanan 1
kg/ cm2 (sekitar 3 menit). (pardamean, 2008).
3. Penahanan tekanan
Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal,
pemasukan dapat dilanjutkan dengan membuka pipa uap pipa kondensat “by pass”
untuk membuang air kondensat. Masa penehanan tekanan dihitung setelah mencapai
puncak tertinnggi hingga awal pembuangan uap terakhir.
4. Pmbuangan Uap Air
Setelah penahanan tekanan uap selesai, uap yang berada
dalam sterilizer dibuang dengan membuka katup pipa kondensat, kemudian setelah
tekanan menjadi 2,5 kg/ cm2 pipa pembuangan uap yag berada diatas
sterilezer dibuka dengn tiba-tiba. Setelah tekanan sama dengan tekanan
atmosfer, pintu rebusan dibuka (Pardamean, 2008).
C.
Pengeluaran Lori
dari Sterilizer
Buah yang telah
masak dikeluarkan dari dalam sterilizer dengan membuaka pintu rebusan secara
perlahan-lahan, agar packing door lebih aman. Setelah itu lori ditarik
menggunakan tali, bersamaan dengan pemasukan buah yang akan direbus,
(Pardamean, 2008).
D.
Penebahan Buah
Buah rebus dari
sterilizer diangkat dengan hoisting crane
atau memalaui tipper dituangkan kedalam theresher
melalui hopper yang berfungsi untuk
menampung buah rebusan, kemudian autofeeder
akan mengatur peluncuran buah agar tidak masuk sekaligus. Penebahan buah
dilakukan dengan membanting buah dalam drum berputar dengan putaran 23-25 rpm.
Buah lepas akan masuk melalui kisi-kisi dan ditampung oleh fruit elevator untuk didistribusikan kesetiap unit digester oleh distribuying conveyor. Selanjutnya,
tandan kosong melalui empety bunch
conveyor dibawa ke icerator atau ke empety
bunch hopper, (Pardamean, 2008).
E.
Pelumatan buah
Buah yang masuk
kedalam digester disebut dengan material
passing to digester (MPD), diaduk sedemikian rupa sehingga sebgaian besar
daging buah sudah terlepas dari biji. Proses pengadukan dan pelumatan buah
dapat berlangsung dengan baik bila isi digester selalu dipertahankan penuh.
Minyak bebas dibiarkan keluar secara kontinu melalui lubang dasar digester.
Terhambatnya penngeluaran minyak akan menyebabkan minyak berfungsi sebagai
pelumas pisau sehingga mengurangi efektifitas pelumatan isau digester. Suhu
massa digester harus selalu dipertahankan pada 90-95oC, (Pardamean,
2008).
F.
Pengempaan buah
Massa yang
keluar dari digester diperas dalam screw
press pada tekanan cone 30-50 bar mengunakan air pengencer screw press bersuhu 90-95oC sebanyak 15-20%
TBS. Untuk menurunkan viskositas minyak, penambhan air dapat pula dilakukan di oil gutter kemudian dialirkan melalui oil gutter ke stasiun klasifikasi.
Sedangkan ampas kempa dipecahkan mengunakan cake
breaker conveyor untuk mempermudah pemisahan biji dan serat, (Pardamean,
2008).
G.
Pemecahan ampas
kempa (Cake Breaaker Conveyor)
Ampas pres masih
bercampur dengan biji berbentuk gumpalan-gumpalan, dipecah dan dibawa untuk
dipisah antara ampas dan biji. Alat ini terdiri atas pedal-pedal yang diikat
pada poros yang berputar. Kemiringan pedal diatur sehingga pemecahan
gumpalan-gumpalan terjadi dengan sempurna, sambil mendorongnya pelan-pelan menuju
deericarper agar pennguapan air dapat
berlangsung dengan lancar, (Pardamean, 2008).
H.
Pemisahan Ampas
dan Biji (Depericarper)
Depericarper adalah
alat untuk memisahkan ampas dan biji, serta membersihkan biji dari sisa-sisa
serabut yang masih melekat pada biji. Alat ini terdiri atas kolam pemisah (separating colomun) dan drum pemoles (polishing drum). Ampas dan biji dari
konveyor pemecah kempa (cake breaker
conveyor) masuk kedalam siklon ampas ke dalam conveyor bahan bakar,
sedangkan biji yang berat jenisnya lebih besar jatuh kebawah dan dhantar oleh conveyor ke dalam drum pemoles,
(Pardamean, 2008).
I.
Klarifikasi
Minya Sawit
1. Pemisahan pasir
Minyak yang keluar dari screw press melalui oil
grutter dialirkan kedalam sand tank dengan
tujuan untuk mengendapkan pasir.
2. Penyarinagn Bahan Padat
Crude oil yang diencerkan dialirkan ke vibrating screen yang
berukuran 20-40 mesh untuk memisahkan
bahan asing seperti pasir, serabut, dan bahan-bahan lain yang masih menganndung
minyak dan dapat dikembalikan ke digester.
Untuk mengetahui ketepatan penambahan air penngencer, setiap dua jam sekali
diambil sampel crude oil sebelum
masuk vibrating screen. Selanjutnya,
menggunakan hand centrifunge (electric
centrifunge) dapat diketahui komposisi, minyak, NOS (nono-oily solid), dan air. Komposisi yang tepat diperoleh jika
perbandingan minyak 1 : 2 (konvensional) dan jika dengan decanter perbandingan minyak
dan sludge 1 : 1. Minyak kasar yang telah disaring dialirkan kedalam crude oil tank dan suhu dipertahankan 90 – 950C,
selanjutnya crude oil dipompa ke settling tank.
3. Pemisahan Minyak dengan Sludge Setting Tank /
Clarifier Tank
Fungsi settling tank adalah untuk mengendapkan sludge (minyak kotor atau lumpur) yang
terkandung dalam crude oil. Temperatur
minyak dalam settling tank harus
dipertahankan 90-950C. Minyak yang berada dilapisan atas dikutip
dengan bantuan skimmer ke oil tank. Secara
periodik, sesuai kondisi masing-masing pabrik, sludge dan pasir di dasar bejana harus dibuang (flushed out) agar pemisahan minyak dapat
berjalan dengan baik.
4. Pemurnian Minyak (oil purifier)
Fungsi oil
purifier adalah untuk memisahkan sludge
yang melayang (emulsi) dalam minyak dan mengurangi kadar air yang
terkandung dalam minyak sehingga kadar kotoran minyak produksi menjadi <
0,02 %. Suhu minyak dalam oil purifier 90-950C. Selanjutnya, minyak
dari oil purifier dimasukkan ke dalam oil dryer.
5. Pengeringan minyak (oil dryer)
Minyak dari oil
purifier dengan suhu 90-950C dipompa dan ditampung dalam float spindle untuk mengatur minyak yang
disalurkan kedalam bejana vacum dryer sehingga
kehampaan dalam vacum dryer tetap
terendali (< 50 TORR). Selanjutnya, melalui nozzle minyak akan disemburkan ke dalam bejana sehingga pennguapan
air menjadi lebih sempurna. Untuk menjaga keseimbangan minyak masuk dan keluar
dari bejana, digunakan flloat valve dibagian bawah bejana.
6. Penimbunan minyak produksi
Minyak yang terkumpul didasar bejana akan disalurkan
kepompa di lantai bawah, selanjutnya dipompakan ke tangki timbun. Pada tangki
timbun secara priodik dilakukan pengurasan mengikuti prosedur pencucian tangki.
Suhu penyimpaan hendaknya 40-500C, (Pardamean, 2008).
J.
Pengolahan
Sludge
1. Sand cyclone
Sludge dari sludge
tank sebelum dimasukkan ke dalam sludge
separator dippompakan ke sand
cyclone. Di tempat ini pasir halus akan terpisah oleh gaya sentrifungal..
pasir halus yang berhasil dipisahkan kemudian di blow-down secara berkala. Sand
cyclone berfungsi degan baik jika
perbedaan tekanan inflow dan out flow sludge 2 bar. Untuk memisahkan
atau mengambil minyak yang masih terkandung pada sludge, sludge diproses pada sludge
separator.
2. Pemisahan Lumpur (Sludge Separator)
Cairan sludge yang
telah melalui precleaner diamsukkan
kedalam sludge separator untuk
dikutip minyaknya. Akibat gaya sentrifungal, miyak yang berat jenisnya lebih
kecil bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui sudu-sudu (disk) keruang pertama tangki pisah ( Setllinng tank ). Cairan dan ampas yang
memiliki berat jenis lebih berat dari minyak terdorong kebagian bowl dan keluar melalui nozzle. Padatan yang menempel pada
dinding bowl dicuci secara manual
atau otomatis.
Berikut ini yang perlu diperhatikan
1.
Suhu sludge dijaga 90-950C
2.
Penggunaan air
untuk balancing harus menguakan air
panas dengan suhu 90-950C dengan besar aliran 10-150 pada
gelas duga (alfa laval) atau berpedoman pada pelampung (westfalia).
3.
Pembebanan baru
dapat dilaksanakan setelah mesin berputar normal dengan menghitung petunjuk
putaran (revoluton counter).
4.
Pencucian bowl dilakkukakn secara periodik sesuai
dengan kebutuhan.
5.
Pembersihan dan
pemeriksaan menyeluruh dilaksaakan setiap hari.
3. Penampungan limbah minyak (preclaim oil tank)
Endapan-endapa dari clarifier tank, oil tank, dan sludge
tank yang di-drain setiap pagi
sebelum diolah. Ditampung didalam tangki penampungan limbah minyak. Demikian
juga minyak kutipan dari bak penampung sludge
(fat pit), jika ALB (asam lemak bebas) masih memenuhi syarat. Untuk
pemanasan, tangki ini dilengkapi dengan sistem pemanas uap injeksi. Minyak yang
terapung dibagian atas dialirkan ke clarifier
tank, sedangkan lumpur pekat dibuang ke bak penampug sludge, yaitu fat pit. Pembersihan
dan pemeriksaan keseluruhan dilakukakn seminggu sekali.
4. Pengutipan minyak parit (fat pit)
Fat pit diperguakan untuk menampung cairann-cairan yang
masig megandung minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifiasi.
Minyak yang terkutip akan dipompa ke preclaim
oil tank. Pembersihan bak dan pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan,
(Pardamean, 2008).
K.
Pengolahan biji
1. Pemeraman Biji (Nur silo)
Alat ini berfungsi sebagai tempat pemeraman biji.
biji yang telah keluar dari depericarper perlu dipeam agar lebih mudah dipecah
dan kernel terlepas dari cangkang. Adapun lapisan biiji dalam alat umumnya
terdiri atas tiga tingkat suhu yanng berbeda sebagai berikut.
a.
Bagian atas 700C
b.
Bagian tengah 600C
c.
Bagian bawah 500C
2. Pemecahan biji
Alat pemecah biji tediri atas dua tipe, yaitu tipe nut cracker dan ripple mill. nut cracker sebaiknya dioperasikan dengan mengatur
kecepatan putaran sesuai dengan ukuran biji sebgai berikut
a.
Fraksi kecil
< 13 mm : 1.400 rpm
b.
Fraksi sedang
13-15 mm : 1.300 rpm
c.
Fraksi besar
> 15 mm : 1.250 rpm.
Jika pemecahan biji mengunakan ripple mill, magnet yang terdapat pada coronng pemasukan harus
sering dibersihkan dari logam yang elekat. Efisiensi nut cracker atau ripple mill dinyatakan
dengan persentase biji yang dapat dipecah terhadap umpan.
3. Pemisahan basah atau kering
Kernel yang asih bercampur dengan cangkang dapat
dipisahkan melalui pemisahan basah atau pemisahan kerig seperti berikut.
a.
Pemisahan basah
mengunakan tanah liat (clay bath)
atau air pusinngan (hydrocylone).
b.
Pemisahan kering
mengunakan isapan agin.
A. Pemisahan mengunakan tanah liat (clay bath)
Creacker masture dipisahkan mengunakan larutan tanah
liat dengan berat jenis 1,13, yaitu dengan mencampurkan tanah liat (kaolin)
dengan air. Campuran karnel dimasukkan kedalam bak dan massa yang memiliki
berat jenis 1,13 akan turun menuju dasar cone, kemudian dipompa kealat penapis
cangkang. Selanjutnya berat jenis kurang dari 1,13 dialirkan melalui talang
penapis dan dikirim ke karnal dryer untuk
dikeringkan. Pemisahan karnel dapat belangsung dengan baik jika berat jenis
cairan 1,13 dan tetap mengunakan tanah liat yang dapat membentuk larutan koloid,
(Pardamean, 2008).
B. Pemisahan dengan hydrocylone
Ceacked mixture masuk kedalam tabung winnowing. Karena gaya berat, karnel dan cangkang kasar masuk
kedalam air hydrocylone. Benda berat
lain seperti batu jatuh dan ditampung, sedangkan benda ringan seperti abu,
cangkang, dan karnel halus terisap masuk kedalam cyclone, kemudian melalui air lock masuk kedalam silo cangkang.
Sampah yang melekat pada dewatering drum harus
selalu dibersihkan. Penambahan air dilakuakan secara continu agar permukaan air
tetap pada batas yang ditentukan. Jika persentase kernel dalam cangkang terlalu tinggi vortexfinder diturunkan . sebaliknya jika persentase cangkag dalam
kernel tinggi vortexfinder dinaikkan.
4. Pengeringan karnel
Pengeringan karnel sawit dilakukan secara
bertingkat. Pada karnel hasil pemisahan cara basah, suhu pada tingkat atas,
tengah dan bawah berturut-turut 60-700C, 70-800C, dan
50-600C. Sementara, suhu alat pengering yang mengeringkan kernel
dari hasil pemisahan kering adalah 60-700C, 70-800C, dan
50-600C.
5. Penimbuanan kernel
Produksi kernnel ditimbun dalam kernel bin,
selanjutnya disimpan dalam karung goni dengan kelembaban udara diatur, sehingga
tidak lebih dari 70%, atau ditimbun di silo karnel untuk penngiriman ketempat
penjualan dengan sistem curah, (Pardamean, 2008).
Sumber : Skripsi Septian Hadi Susetyo, UNMUL
Komentar
Posting Komentar